“Peningkatan Komoditas Pertanian
Sebagai Langkah Pemerintah Mengurangi Angka Kemiskinan”
Oleh : Odi Wayuna
Pertanian adalah kata yang tak asing lagi bagi
setiap individu khususnya masyarakat umum di Indonesia. Yang terbayang dalam
benak setiap individu jika pertanian disebutkan tak jauh beda dari adanya lahan
sawah atau ladang serta erat kaitannya dengan tanaman atau budidaya tumbuhan.
Adapun alasan lain pertanian menjadi suatu hal yang tak asing bagi masyarakat
Indonesia pasalnya hampir 80% mayoritas penduduk Indonesia berprofesi sebagai
petani sehingga Indonesia sering dikenal dengan istilah Negara agraria.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS tahun 2009, jumlah petani mencapai 44% dari total angkatan kerja di
Indonesia atau sekitar 46.7 juta jiwa. Sebagai Negara agraris, hingga ini, mayoritas penduduk Indonesia telah
memanfaatkan sumber daya alam untuk menunjang kebutuhan hidupnya dan salah
satunya ialah dengan menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Adanya hal
tersebut, sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting karena sebagai
penghasil pangan bagi penduduk yang jumlah tiap tahunnya selalu bertambah (Sumber : Henki Warsani, 2013). Oleh
dikarenakan penduduk Indonesia mayoritas bermata pencaharian sebagai petani,
maka hal lain yang dapat dilihat adalah adanya angka kemiskinan. Sistem
pertanian Indonesia atau luas cakupannya Asia, seringkali dikaitkan dengan
adanya kemiskinan. Setiap kata “Pertanian” disebutkan, mindset masyarakat tentu akan berpikir tentang miskinnya hidup dan
petani hanyalah sebatas seorang individu yang memangkul cangkul dan bertugas
setiap hari ke sawah. Hal ini tidak hanya sekedar sebuah pemikiran awam,
kenyataan yang seringkali dijumpai di lapangan tak jauh dari ekspektasi dan pemikiran kuno. Para
petani seringkali tak bisa memakmurkan hidup mereka sendiri. Hal inilah yang
kemudian berkembang menjadi sebuah pemikiran bahwa seseorang yang memiliki
profesi sebagai petani tak jauh hidupnya dari angka kemiskinan.
Sumber: Http://www.google.co.id |
Berkaitan dengan pertanian yang mendominasi
Indonesia, hal ini tentu saja tak jauh hubungannya dengan keadaan perekonomian
suatu masyarakat yang mendiami wilayah di Indonesia. Salah satu angka
perekonomian yang menjadi permasalahan besar adalah adanya kategori bawah atau
sering disebut angka berpendapatan rendah dalam kaitannya dengan kemiskinan.
Petani di Indonesia sendiri memiliki pendapatan ekonomi yang relatif rendah
dibandingkan dengan penduduk yang berprofesi sebagai petani di Negara lain. Ditambah
lagi dengan adanya pendapat bahwa seorang petani di Indonesia tak sedikit yang
hanya sebagai juru rawat suatu lahan dan tidak memiliki lahan untuk bertani.
Berpacu dengan hal ini, salah satu penyebab tingginya angka kemiskinan di
Indonesia salah satunya karena adanya pendapatan rendah dari petani dan tidak
adanya kelebihan teknologi bagi petani dalam mengelola lahan mereka. Menurut
data yang didapat, lebih dari separuh penduduk miskin indonesia berada di pulau
jawa. Sebanyak 14.83 juta jiwa atau sekitar 53% penduduk miskin terkonsentrasi
di pulau jawa dari total penduduk miskin per September 2016 dan khususnya
adalah petani. Data tersebut masih berbicara masalah dunia petani dan angka
kemiskinan di pulau jawa dimana kategori teknologi dalam dunia pertanian memang
lumayan sudah berkembang disbanding daerah lain, belum lagi ditambah dengan
adanya data dari luar jawa. Hal ini tentu saja menjadi suatu permasalahan besar
bagi pemerintah dalam menuntaskan masalah kemiskinan bagi penduduk Indonesia
khususnya kepada petani. Jika melihat lebih jauh, penurunan harga yang
terkadang terjadi secara tiba-tiba menyebabkan para petani gagal dalam
mengembalikan modal yang telah ditanam pada saat pra-tanam sehingga untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lagi-lagi ini menjadi permasalahan pendapatan
perkapita dan penyebab banyaknya angka kemiskinan akibat dari ketidak stabilan
harga dasar dalam pemasaran. (Sumber
: http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/01/05/53-persen-penduduk-miskin-berada-di-pulau-jawa).
Menurut
analisis lebih lanjut mengenai adanya penyebab kemiskinan di indonesia
khususnya dalam sektor pertanian dapat ditinjau beberapa aspek utama. Aspek ini
khususnya berpacu pada teknologi yang masih kurang dalam menunjang kinerja
petani. Petani masih banyak yang mengandalkan sistem manual handling terhadap produksi hasil pertanian dibandingkan
dengan adanya bantuan teknologi. Petani lebih cenderung memilih untuk
menggunakan alat-alat sederhana dibanding dengan bantuan teknologi selain biaya
yang dibutuhkan untuk mendapatkan jasa teknologi juga lumayan mahal, teknologi
yang dipakai di Indonesia juga masih minim dan kurang adanya update cepat dari kalangan instansi
terkait. Banyak sekali teknologi yang dibawa ke Indonesia merupakan teknologi
yang sudah lama digunakan oleh Negara lain namun masih menjadi hal viral di
Indonesia sendiri. Selain itu, faktor pemasaran juga menjadi kendala besar bagi
para petani. Seringkali petani berhasil dalam hal budidaya namun terkendala
pada saat proses pemasaran. Proses ini juga terkait dengan adanya sistem ekspor-impor yang dilakukan oleh
pemerintah. Seringkali jika pasar dalam negeri tidak bisa menentukan kestabilan
harga dan beberapa permasalahan lainnya, maka hasil produksi juga akan diekspor
ke luar negeri. Selain itu, faktor produksi dan kemasan hasil pertanian juga
masih menjadi kelemahan tersendiri bagi Indonesia sehingga keputusan akhir adalah
adanya proses ekspor-impor produksi
dari dan dalam negeri. Berdasarkan “Data Statistik” http://databoks.co.id/ hasil ekspor produksi hasil pertanian pada tahun 2010-2016, adanya
perubahan dalam hal tindakan ekspor hasil
pertanian yang dilakukan pemerintah dalam kurun waktu 6 tahun terakhir.
Data diatas merupakan
data sebagian dari hasil ekspor yang
telah dikonversikan dalam bentuk satuan US dollar. Peningkatan terus terjadi
pada awal produksi tahun 2010 namun dalam beberapa waktu belakang ini proses ekspor memiliki penurunan. Penurunan
proses dan tindakan ekspor ini
memiliki latar belakang yang sangat unik untuk dibahas. Dari data grafik,
penurunan terjadi mulai tahun 2015 dengan persentase kurang lebih 2.3 milyar
selisih dari tahun 2014. Hal ini tentu saja memiliki kaitan erat dengan tanggap
kinerja dan perubahan kepemimpinan serta program baru yang dicanangkan pada
tahun 2014 oleh presiden republik Indonesia. Berdasarkan data, 2015 adalah awal
dari kepemimpinan Bapak Jokowi sebagai kepala pemerintah Indonesia dan hal ini
menjadi bukti bahwa dengan adanya penurunan tindakan ekspor, secara tidak langsung Indonesia sudah mengurangi anggaran
untuk membeli bahan produksi dari luar seperti kedelai dan produk pertanian
lainnya. Oleh karena kurangnya kegiatan ekspor
dari luar negeri, bisa dipastikan bahwa kualitas hasil pertanian di
Indonesia sudah memiliki peningkatan sehingga hasilnya bisa digunakan didalam
negeri untuk mencukupi kebutuhan Negara dan masyarakat sehingga nawacita yang diprogramkan sudah
berjalan sesuai perencanaan sebelumnya meski dalam waktu 1 tahun kerja
khususnya dalam bidang pertanian dan ekspor
beras.
Setelah
pengkajian lebih lanjut, salah satu kinerja dan usaha yang dilakukan pemerintah
dalam era kepemimpinan Jokowi adalah dengan tindakan peningkatan komoditas
hasil pertanian local di masing-masing daerah. Dengan mengupayakan adanya
sebuah konsep one district one commodity,
masyarakat suatu wilayah diharapkan dapan menindaklanjuti konsep yang diasung
ini. Dibawah naungan kementerian pertanian dan beberapa direktorat lainnya,
pemerintah telah memberikan aba-aba dan haluan terhadap pemerintah daerah untuk
mencanangkan sistem satu komoditas unggulan dari setiap daerah mulai dari
Sabang yang mewakili provinsi Aceh hingga ke Merauke tepatnya Papua. Tindakan
ini dilakukan pemerintah dalam upaya peningkatan penghasilan dan produksi hasil
pertanian yang seragam dan tidak tumpang tindih sehingga pada saat mengurangi
daya tamping pasar terhadap satu komoditas besar. Selain itu, tindakan ini
dilakukan sebagai upaya dalam menindaklanjuti permasalahan kemiskinan yang
sering melanda masyarakat khususnya para petani dengan pendapatan dibawah
rata-rata. Berdasarkan data yang didapat
dari http://databoks.co.id data
“Statistik Indonesia” http://databoks.co.id/ dalam
bidang kontribusi daerah terhadap pertanian
dapat
dilihat bahwa peningkatan komoditas untuk beberapa daerah yang di programkan
oleh pemerintah memiliki pengaruh besar terhadap pendapatan wilayah.
Dalam jangka waktu yang singkat,
peningkatan kontribusi hasil peranian terhadap pendapatan daerah sangat
meningkat hampir mencapai 50%. Hal ini baru dilaksanakan beberapa tahap saja
dan belum memasuki tahap lama. Dengan menggabungkan komoditas unggulan yang
dilakukan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mampu memberikan hasil
yang signifikan bagi pendapatan belanja daerah sehingga menambah anggaran dan
devisa Negara. Tidak hanya itu, peningkatan ini ototmatis berasal dari kinerja
masyarakat sebagai petani dasar, dengan adanya peningkatan produksi dan daya
tampung yang efisien, maka angka kemiskinan dapat diselesaikan dan
diminimalisir sehingga petani dapat hidup sejahtera.
Referensi:
Henki Warsani, 2013. Kajian Pemanfaatan Lahan Sawah di Kecamatan
Kuantan Tengah Kabupaten Singingi. Universitas Pendidikan Indonesia :
Repository.upi.edu
Kajian Data dari Badan Pusat
Statistik Indonesia, tahun 2009 tentang Data
Angka Pendapatan Perkapita dan Pekerjaan Penduduk Indonesia. Badan Pusat
Statistik. http://www.BPS.go.id
Data Analisis dari databooks. Data Angka Nilai
Ekspor Komoditas Pertanian dan Data Kontribusi Pertanian Terhadap Pembangunan
Daerah. http://www.databooks.co.id
*tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog databooks.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar