Minggu, 30 April 2017

“Kenali Indonesia dengan Data”



“Peningkatan Komoditas Pertanian Sebagai Langkah Pemerintah Mengurangi Angka Kemiskinan”
Oleh : Odi Wayuna

Pertanian adalah kata yang tak asing lagi bagi setiap individu khususnya masyarakat umum di Indonesia. Yang terbayang dalam benak setiap individu jika pertanian disebutkan tak jauh beda dari adanya lahan sawah atau ladang serta erat kaitannya dengan tanaman atau budidaya tumbuhan. Adapun alasan lain pertanian menjadi suatu hal yang tak asing bagi masyarakat Indonesia pasalnya hampir 80% mayoritas penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani sehingga Indonesia sering dikenal dengan istilah Negara agraria. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS tahun 2009, jumlah petani  mencapai 44% dari total angkatan kerja di Indonesia atau sekitar 46.7 juta jiwa. Sebagai Negara agraris, hingga ini, mayoritas penduduk Indonesia telah memanfaatkan sumber daya alam untuk menunjang kebutuhan hidupnya dan salah satunya ialah dengan menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Adanya hal tersebut, sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting karena sebagai penghasil pangan bagi penduduk yang jumlah tiap tahunnya selalu bertambah (Sumber : Henki Warsani, 2013). Oleh dikarenakan penduduk Indonesia mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, maka hal lain yang dapat dilihat adalah adanya angka kemiskinan. Sistem pertanian Indonesia atau luas cakupannya Asia, seringkali dikaitkan dengan adanya kemiskinan. Setiap kata “Pertanian” disebutkan, mindset masyarakat tentu akan berpikir tentang miskinnya hidup dan petani hanyalah sebatas seorang individu yang memangkul cangkul dan bertugas setiap hari ke sawah. Hal ini tidak hanya sekedar sebuah pemikiran awam, kenyataan yang seringkali dijumpai di lapangan tak jauh dari ekspektasi dan pemikiran kuno. Para petani seringkali tak bisa memakmurkan hidup mereka sendiri. Hal inilah yang kemudian berkembang menjadi sebuah pemikiran bahwa seseorang yang memiliki profesi sebagai petani tak jauh hidupnya dari angka kemiskinan. 
Sumber: Http://www.google.co.id



Berkaitan dengan pertanian yang mendominasi Indonesia, hal ini tentu saja tak jauh hubungannya dengan keadaan perekonomian suatu masyarakat yang mendiami wilayah di Indonesia. Salah satu angka perekonomian yang menjadi permasalahan besar adalah adanya kategori bawah atau sering disebut angka berpendapatan rendah dalam kaitannya dengan kemiskinan. Petani di Indonesia sendiri memiliki pendapatan ekonomi yang relatif rendah dibandingkan dengan penduduk yang berprofesi sebagai petani di Negara lain. Ditambah lagi dengan adanya pendapat bahwa seorang petani di Indonesia tak sedikit yang hanya sebagai juru rawat suatu lahan dan tidak memiliki lahan untuk bertani. Berpacu dengan hal ini, salah satu penyebab tingginya angka kemiskinan di Indonesia salah satunya karena adanya pendapatan rendah dari petani dan tidak adanya kelebihan teknologi bagi petani dalam mengelola lahan mereka. Menurut data yang didapat, lebih dari separuh penduduk miskin indonesia berada di pulau jawa. Sebanyak 14.83 juta jiwa atau sekitar 53% penduduk miskin terkonsentrasi di pulau jawa dari total penduduk miskin per September 2016 dan khususnya adalah petani. Data tersebut masih berbicara masalah dunia petani dan angka kemiskinan di pulau jawa dimana kategori teknologi dalam dunia pertanian memang lumayan sudah berkembang disbanding daerah lain, belum lagi ditambah dengan adanya data dari luar jawa. Hal ini tentu saja menjadi suatu permasalahan besar bagi pemerintah dalam menuntaskan masalah kemiskinan bagi penduduk Indonesia khususnya kepada petani. Jika melihat lebih jauh, penurunan harga yang terkadang terjadi secara tiba-tiba menyebabkan para petani gagal dalam mengembalikan modal yang telah ditanam pada saat pra-tanam sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lagi-lagi ini menjadi permasalahan pendapatan perkapita dan penyebab banyaknya angka kemiskinan akibat dari ketidak stabilan harga dasar dalam pemasaran. (Sumber : http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/01/05/53-persen-penduduk-miskin-berada-di-pulau-jawa). 
            Menurut analisis lebih lanjut mengenai adanya penyebab kemiskinan di indonesia khususnya dalam sektor pertanian dapat ditinjau beberapa aspek utama. Aspek ini khususnya berpacu pada teknologi yang masih kurang dalam menunjang kinerja petani. Petani masih banyak yang mengandalkan sistem manual handling terhadap produksi hasil pertanian dibandingkan dengan adanya bantuan teknologi. Petani lebih cenderung memilih untuk menggunakan alat-alat sederhana dibanding dengan bantuan teknologi selain biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan jasa teknologi juga lumayan mahal, teknologi yang dipakai di Indonesia juga masih minim dan kurang adanya update cepat dari kalangan instansi terkait. Banyak sekali teknologi yang dibawa ke Indonesia merupakan teknologi yang sudah lama digunakan oleh Negara lain namun masih menjadi hal viral di Indonesia sendiri. Selain itu, faktor pemasaran juga menjadi kendala besar bagi para petani. Seringkali petani berhasil dalam hal budidaya namun terkendala pada saat proses pemasaran. Proses ini juga terkait dengan adanya sistem ekspor-impor yang dilakukan oleh pemerintah. Seringkali jika pasar dalam negeri tidak bisa menentukan kestabilan harga dan beberapa permasalahan lainnya, maka hasil produksi juga akan diekspor ke luar negeri. Selain itu, faktor produksi dan kemasan hasil pertanian juga masih menjadi kelemahan tersendiri bagi Indonesia sehingga keputusan akhir adalah adanya proses ekspor-impor produksi dari dan dalam negeri. Berdasarkan “Data Statistik” http://databoks.co.id/  hasil ekspor produksi hasil pertanian pada tahun 2010-2016, adanya perubahan dalam hal tindakan ekspor hasil pertanian yang dilakukan pemerintah dalam kurun waktu 6 tahun terakhir.

            Data diatas merupakan data sebagian dari hasil ekspor yang telah dikonversikan dalam bentuk satuan US dollar. Peningkatan terus terjadi pada awal produksi tahun 2010 namun dalam beberapa waktu belakang ini proses ekspor memiliki penurunan. Penurunan proses dan tindakan ekspor ini memiliki latar belakang yang sangat unik untuk dibahas. Dari data grafik, penurunan terjadi mulai tahun 2015 dengan persentase kurang lebih 2.3 milyar selisih dari tahun 2014. Hal ini tentu saja memiliki kaitan erat dengan tanggap kinerja dan perubahan kepemimpinan serta program baru yang dicanangkan pada tahun 2014 oleh presiden republik Indonesia. Berdasarkan data, 2015 adalah awal dari kepemimpinan Bapak Jokowi sebagai kepala pemerintah Indonesia dan hal ini menjadi bukti bahwa dengan adanya penurunan tindakan ekspor, secara tidak langsung Indonesia sudah mengurangi anggaran untuk membeli bahan produksi dari luar seperti kedelai dan produk pertanian lainnya. Oleh karena kurangnya kegiatan ekspor dari luar negeri, bisa dipastikan bahwa kualitas hasil pertanian di Indonesia sudah memiliki peningkatan sehingga hasilnya bisa digunakan didalam negeri untuk mencukupi kebutuhan Negara dan masyarakat sehingga nawacita yang diprogramkan sudah berjalan sesuai perencanaan sebelumnya meski dalam waktu 1 tahun kerja khususnya dalam bidang pertanian dan ekspor beras.

            Setelah pengkajian lebih lanjut, salah satu kinerja dan usaha yang dilakukan pemerintah dalam era kepemimpinan Jokowi adalah dengan tindakan peningkatan komoditas hasil pertanian local di masing-masing daerah. Dengan mengupayakan adanya sebuah konsep one district one commodity, masyarakat suatu wilayah diharapkan dapan menindaklanjuti konsep yang diasung ini. Dibawah naungan kementerian pertanian dan beberapa direktorat lainnya, pemerintah telah memberikan aba-aba dan haluan terhadap pemerintah daerah untuk mencanangkan sistem satu komoditas unggulan dari setiap daerah mulai dari Sabang yang mewakili provinsi Aceh hingga ke Merauke tepatnya Papua. Tindakan ini dilakukan pemerintah dalam upaya peningkatan penghasilan dan produksi hasil pertanian yang seragam dan tidak tumpang tindih sehingga pada saat mengurangi daya tamping pasar terhadap satu komoditas besar. Selain itu, tindakan ini dilakukan sebagai upaya dalam menindaklanjuti permasalahan kemiskinan yang sering melanda masyarakat khususnya para petani dengan pendapatan dibawah rata-rata. Berdasarkan data  yang didapat dari http://databoks.co.id  data “Statistik Indonesia” http://databoks.co.id/   dalam bidang kontribusi daerah terhadap pertanian
dapat dilihat bahwa peningkatan komoditas untuk beberapa daerah yang di programkan oleh pemerintah memiliki pengaruh besar terhadap pendapatan wilayah.  


            Dalam jangka waktu yang singkat, peningkatan kontribusi hasil peranian terhadap pendapatan daerah sangat meningkat hampir mencapai 50%. Hal ini baru dilaksanakan beberapa tahap saja dan belum memasuki tahap lama. Dengan menggabungkan komoditas unggulan yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mampu memberikan hasil yang signifikan bagi pendapatan belanja daerah sehingga menambah anggaran dan devisa Negara. Tidak hanya itu, peningkatan ini ototmatis berasal dari kinerja masyarakat sebagai petani dasar, dengan adanya peningkatan produksi dan daya tampung yang efisien, maka angka kemiskinan dapat diselesaikan dan diminimalisir sehingga petani dapat hidup sejahtera.






 Referensi:
Henki Warsani, 2013. Kajian Pemanfaatan Lahan Sawah di Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Singingi. Universitas Pendidikan Indonesia : Repository.upi.edu
Kajian Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, tahun 2009 tentang Data Angka Pendapatan Perkapita dan Pekerjaan Penduduk Indonesia. Badan Pusat Statistik. http://www.BPS.go.id
 Data Analisis dari databooks. Data Angka Nilai Ekspor Komoditas Pertanian dan Data Kontribusi Pertanian Terhadap Pembangunan Daerah. http://www.databooks.co.id







*tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog databooks.co.id  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar