Harapanku selalu bersamamu
Hujan yang turun deras, sederas hatiku
yang pilu. Aku melihat keluar jendela yang terdapat dan tampak jelas hamparan
Padang Rumput yang luas. Hatiku terasa tak tenang, karena hati siapa yang bisa
tenang jika sahabat terbaiknya yang selama ini mendukung segala aktivitasnya
sekarang sedang terbaring di Rumah sakit. Sahabatku sudah 3 hari dirawat di
rumah sakit, aku masih mengingat 3 hari sebelumnya, kami pernah bertemu dan aku
sengaja menemuinya karena aku ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting
untuknya. Karena aku akan pergi esok hari untuk mengikuti lomba pidato bahasa
inggris yang diadakan tingkat Provinsi.
Pada hari itu, aku bertemu dengannya di
sebuah taman kota. Sesampainya disana, kami bertemu dan sebelum aku
menyampaikan maksudku menemuinya, kami sempat bermain kejar-kejaran, dan tertawa
bersama. Kami bercanda layaknya sepasang sahabat yang sudah lama terpisah dan
kini telah bertemu kembali. Tak lama kemudian, aku mulai menyampaikan maksudku
menemuinya dan aku yang memulai perkataan
“Syifa, aku mau bilang bahwa aku harus pergi besok untuk mengikuti lomba
Debat English di tingkat Provinsi,”. Kataku dengan menahan sedikit nada. Lalu
dia membalas,
“Hafiz, walaupun kamu akan pergi, yang paling aku harapkan dari kamu
adalah jangan sekali kali kamu lupa terhadap kewajibabmu terhadap sang maha
Pencipta. Aku janji, kita akan selalu bersama, aku yakin kok kamu akan
membanggakanku dengan membawa pulang kemenangan untukku. Dan aku harap kamu
akan selalu menjaga hubungan persahabatan kita selalu”. Katanya dengan suara
terbata-bata. Lalu aku membalas perkataannya.
“Syifa, aku janji aku akan membawakan kemenangan dan kebanggan untuk
Syifa, asalkan Syifa juga harus janji akan baik baik saja disini ya dan aku
juga akan selalu menjaga hubungan persahabatan kita walaupun berbagai rintangan
datang, namun kita selalu bersama”. Ucapku dengan suara yang tertahan dan air
mata yang berlinang. Aku tak sanggup untuk meninggalkan dia. Apalagi sekarang
dia dalam keadaan sakit-sakitan. Tapi apa boleh buat, aku terpaksa meninggalkannya
demi menempuh impianku. Dia memandangku dengan wajah yang dihiasi air mata yang
mulai meleleh. Akhirnya aku berkata lagi
“Syifa, kamu tidak usah khawatir, aku pergi untuk sementara dan aku akan
membawa kemenangan untukmu”. Dan Syifa menjawab. “Aku akan mendoakanmu, semoga
Hafiz akan selalu di bawah lindungan Allah Swt. Dan aku mau ucapkan selamat
jalan sahabatku. Aku selalu menantimu disini dengan jutaan harapan”. Tak lama
setelah itu, kami pun pulang ke rumah masing-masing.
Sesampainya aku dirumah,
tiba-tiba Handphoneku berbunyi. Panggilannya ternyata dari temanku. Lalu aku
mengangkat Hpku. Lalu aku mendengar suara yang tak biasanya, terdengar suara
yang sangat ribut
dan kacau. Aku mulai berbicara dan dengan penasaran aku bertanya
“Hallo di, ada apa ?”. aku sejenak tertegun. Lalu dia menjawab “Hallo
Fiz, kamu lagi dimana sekarang ? oa Syifa masuk rumah sakit”. Katanya
Dengan rasa yang tertegun dan menahan air
mata yang hampir jatuh, hatiku begitu khawatir dan gelisah memikirkan keadaan
Syifa. Aku takut akan terjadi sesuatu dengan sahabatku itu. Lalu aku menjawab
“Di, kamu serius ? lalu dimana sekarang Syifa ? dan bagaimana keadaannya ?”.
aku mulai gelisah. Lalu dengan singkat temanku menjawab “Dia udah di ICU,
sekarang dia tidak sadarkan diri, mending kamu cepetan kesini”. Ucapnya dan
tanpa aku sadari, dia menutup telponnya. Dengan hati yang bercampur aduk, aku
segera berpamitan kepada orangtuaku. Aku langsung bergegas kerumah Sakit.
Sesampainya di rumah
sakit, aku melihat Syifa terbaring lemh di ruang ICU. Dia ditemani mamanya.
Matanya juga belum terbuka, itu artinya dia masih tak sadarkan diri. Hatiku
bergetar dan menahan air mata yang mulai keluar membasahi pipi. Aku langsung
masuk dan mendekati Syifa. Dan ketika melihat aku datang, mamanya langsung
mempersilakan aku masuk untuk menjenguknya. Aku mulai berbicara “Syifa, bangun,
kenapa kamu sampai begini ? katanya Syifa ingin melihat aku sukses, katanya
Syifa ingin melihat aku berjuang untuk mendapat juara ? tapi kenapa Syifa
begini ? Ya Allah, Tolonglah sahabat hambamu ini, hamba tidak bisa hidup jika
harus kehilangan dia, hamba tidak bisa melihat dia susah Ya Allah, tolong
sembuhkanlah dia. Jika mungkin, hamba rela engkau tukarkan nyawa hamba demi
kesembuhan dia ya Allah asalkan Syifa sembuh”. Ucapku dengan isak tangis yang
sangat pilu. Aku terus memandang dia dan memegang erat tangannya.
Tak lama kemudian,
akhirnya Syifa sadarkan diri, aku melihatnya. Dan dengan keadaan yang sangat
lemah, ia menoleh kepadaku dan berkata
“Hafiz, aku takut, aku takut kalau aku tidak bisa melihatmu lagi. Aku
takut aku akan pergi dan meninggalkanmu sendiri”. Wajahnya terlihat lemah, lalu
dia mendekap tanganku. Aku berkata kepadanya “Syifa, apapun yang terjadi, kita
akan selalu bersama dan tidak akan terpisahkan, kecuali Allah berkehendak, jadi
syifa harus bertahan demi hafiz ya? Syifa harus kuat, Syifa harus sembuh demi
Hafiz ya !”. aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku hanya bisa menahan
tangisan yang tersimpan dalam hatiku dan air mata yang mulai berjatuhan.
Setelah beberapa jam, aku
ditelpon oleh orang tuaku. Mama dan papaku bilang bahwa aku harus segera
berangkat untuk mengikuti lomba karena mobil yang menjemputku sudah datang
kerumahku. Dengan rasa yang sangat perih bercampur sedih, dan dengan langkah
yang berat harus ku tempuh. Lalu dengan kata kata terakhir aku kembali
mengucapkan kata ku kepada sahabatku yang sudah sadar dan sedang berbaring di
ruang ICU.
“Syifa, aku harus pergi ya sayang, aku harus pergi untuk mewujudkan
impian kita,impian Syifa yang ingin melihat aku membawa piala besar untuk
Syifa, tapi, aku tidak bisa meninggalkan Syifa dalam keadaan seperti ini”.
Ucapku dengan kata terhenti-henti. Lalu Syifa menjawab “Hafiz, perlombaan itu
lebih penting dari sakitku, kamu harus pergi ke sana, kamu harus membawa
kemenangan untukku, aku mohon jangan khawatirkan aku, aku pasti akan baik-baik
saja”. Ucapnya dengan kata yang lembut. Akupun berkata lagi “kalau itu yang
Syifa inginkan, aku akan pergi dan aku berjanji akan membawakan harapan yang
besar dan indah untuk Syifa , tapi Syifa juga harus janji bahwa Syifa akan
sembuh dan aku ingin melihat Syifa yang seperti dulu, aku ingin melihat Syifa
yang selalu tersenyum dan bahagia”. Ucapku dengan air mata berlinang. Aku
sungguh berat meninggalkan dia. Apalagi aku menyimpan perasaan yang lebih
kepada Syifa, yaitu selain sebagai sahabat, aku juga mempunyai rasa Cinta yang
dalam untuk Syifa.
Setelah meminta izin
kepadanya, aku langsung pulang kerumah untuk bersiap-siap. Dan setelah beberapa
jam, aku berangkat dengan mobil jemputan dan dengan hati yang sangat tercampur
aduk, aku harus meninggalkan rumahku. Setelah melalui perjalanan panjang,
akhirnya aku sampai di tempat penginapan. Aku menginap dan istirahat di salah
satu penginapan di dekat kota perlombaan Spech English. Aku disuruh istirahat
oleh guruku kerana perlombaannya akan diadakan besok pagi. Sambil melepas
lelah, ku mencoba menghubungi kerumahku. Anehnya, hp orangtuaku tak aktif. Aku
mulai khawatir. Aku mencoba beberapa kali. Aku mencoba menelpon Syifa,
namun tak ada jawaban. Akhirnya aku
hanya terdiam dan memikirkan keadaan Syifa dirumah sakit. Aku teringat akan
kata-kata yang ia ucapkan padaku sebelum aku berangkat. Malam itu aku hanya
memikirkan Syifa, akhirnya malam itu aku lalui dengan tanpa menutup mata.
Keesokan harinya, lomba
diadakan. Aku sangat bertekad ingin meraih piala yang ada didepanku tersebut.
Aku ingin membawakannya dan memperlihatkannya kepada sahabatku disana, pasti
dia akan sangat senang.
Semua peserta telah tampil.
Kini tinggallah aku dan seorang peserta lagi yang belum tampil. Aku berusaha
agar bisa tampil semaksimal mungkin. Setelah selang beberapa waktu kemudian,
aku pun tampil dengan performance yang sangat memuaskan bagiku. Aku sangat
yakin dalam hati bahwa aku akan menjadi pemenang dan aku sangat mengharapkan
itu.
Setelah berselang
beberapa jam, pengumuman pun mulai di umumkan. Hatiku begitu cemas, aku gundah
kalau aku tidak menang, maka aku akan sangat mengecewakan Syifa yang sangat
berharap agar aku menang. Pasti Syifa akan kecewa padaku. Aku terkejut dengan
suara mikrofon yang memulai bersuara dengan perkataan
“The Winner of Spech English 2013 is ......”
Aku menjadi sangat penasaran. Lalu si Mc memulai menyambung kata lagi.
“Congrulations To Hafiz that has be a winner of Spech Englis 2013 that
has cacth a best”. Katanya dengan sangat gembira dan riang.
Aku sangatlah terkejut, aku merasa sangat senang sekaligus menangis
karena bahagia. Akhirnya, tanpa aku duga, tanpa aku sangka,aku bisa mendapat
no. 1 di tingkat provinsi. Betapa bahagianya hatiku. Aku langsung naik keatas
pentas yang sangat spektakuler. Aku menerima sebuah piala yang panjang nya
sekitar 70 cm. Aku sangat bangga. Setelah turun dari pentas, aku langsung sibuk
mencari guruku dan kembali ke penginapan dengan tujuan untuk cepat-cepat pulang
ke rumah dan aku ingin memberi kejutan kepada Syifa. Hatiku begitu riang. Tanpa
mempedulikan orang lain, aku sibuk sendiri. Aku pulang ke penginapan. Aku
menyiapkan baju-bajuku dan pada saat itu Hpku berbunyi. Lalu aku angkat hpku.
Dengan hati yang sangat riang, aku mulai bicara. Betapa terkejutnya ternyata
telponnya dari Syifa.
“Hallo Assalammualaikum Syifa ? aku punya kabar gembira untuk Syifa,
Syifa pasti senang mendengarnya.” Ucapku dengan hati gembira. Lalu aku heran
ketika orang yang membalas perkataanku bukanlah Syifa melainkan mamanya. Dia
berkata “Hafid, ini tante nak, tante punya kabar yang sangat buruk nak ! tante
harap, kamu bisa menerima dan tabahkan semua ini ya nak !.” ucapnya. Lalu aku
membalasnya “berita apa tante ? oa tante Syifanya mana ? dia sudah sembuhkan
?”. tapi yang aku dengar hanyalah tangisan. Aku semakin khawatir dan heran.
Lalu mamanya berkata lagi
“Nak, Syifa sudah pergi meninggalkan kita, dia sudah tiada.” Ucapnya
singkat. Aku berkata lagi dengan menahan air mata
“ah tante jangan bercanda, ini tidak lucu, tante tolong kasih hp
sebentar sama Syifa hafiz ingin bicara dengannya.” Lalu mamanya membalasnya
“benar nak, tante tidak bohong, Syifa sudah pergi meninggalkan kita.”
Ucapnya dengan disertai tangisan.
Dengan rasa haru, tanpa
sengaja hpku jatuh ke lantai. Aku menangis dengan sangat perih dengan rasa yang
tertegun aku merintih. Aku berteriak dengan tangisan “Syifaaaaa, kenapa kamu
pergi begitu cepat ? kenapa kamu tidak menunggu hafiz pulang ? aku sudah
berusaha membawa semua keinginan Syifa, tapi kenapa ? kenapa Kamu tinggalkan
aku senidiri ? aku tidak bisa bertahan tanpa kamu Syifa. Ya Allah, Kenapa
engkau ambil orang yang sangat Hamba sayang ? kenapa engkau panggil satu
satunya emas permata sahabat hambamu ini ya Allah ?”. aku merintih dengan
perasaan yang sangat pilu.
Tak lama kemudian, aku pun bersiap siap untuk segera pulang. Mobil yang
mengantarku sudah datang dan menunggu di parkir. Aku langsun berlari keluar
penginapan dengan membawakan piala besar di pangkuanku. Dan aku masuk ke mobil.
Dalam perjalanan pulang, hatiku berkata
“Ya Allah, kemana akan hamba bawa hati ini ? kemana akan hamba bawa hati
yang sangat hancur ini? Siapa yang akan membuat aku tersenyum ? untuk apa piala
ini ? untuk apa kemenangan ini ? kalau sahabat hamba telah engkau ambil. Ya
Allah, hamba tidak sanggup hidup tanpa dia, hamba sangat merindukan dia, disaat
hamba susah, disaat hamba sedih, siapa yang akan membuat hamba semangat lagi
?”. air mataku mulai membasahi pipiku. Rasanya, aku tidak bisa berkata apa apa
lagi. Air mataku yang sudah berguyuran membawaku sampai dan tanpa terasa aku
sudah sampai ke rumah. Aku tidak langsung pulang ke rumah, Tapi aku menyuruh
sopir itu untuk mengantarku ke makam Syifa.
Sesampainya disana, aku
melihat sebuah makam yang baru saja dibuat. Tanahnya masih baru yang dihiasi
bertaburan banyak bunga melati. Dan disana hanyalah yang terlihat Cuma batu
nisan yang bertulisan nama SYIFA. Aku mulai melangkahkan kakiku mendekati makam
Syifa. Aku menangis sambil berkata
“Syifa Sayang, aku sudah kembali. Aku sudah membawa kemenangan yang
Syifa minta. Aku sudah kembali untuk persahabatan kita. Aku akan
membahagiakanmu Syifa. Syifa, bangunlah, katanya kamu tidak akan pergi sebelum
aku kembali. Katanya kamu ingin melihat aku membawakan piala besar untukmu. Ini
aku telah kembali. Bangunlah Syifa, Syifa aku mencintai kamu. Aku tidak bisa
hidup tanpa kamu sayang. Syifa aku mohon, jangan tinggalkan aku. Syifaaaaaa...
ya Allah, buat apa semua ini ? buat apa aku hidup kalau tanpa dia ?”. akupun
bersimpuh dimakamnya. Aku tak habis-habisnya membayangkan masa masa indah
bersamanya. Dia begitu manis, baik, ramah, lucu, tapi sekarang yang tinggal
hanyalah kenangan belaka.
Setelah beberapa jam
kemudian, hpku berbunyi. Ternyata mamaku yang menelpon. Aku mengangkatnya.
“Ya ma, assalammualaikum.aku sudah pulang, aku akan segera sampai”. Aku
memulai berbicara. Lalu mamaku berkata “Alhamduliillah kamu selamat nak,
yaudah, mama tunggu ya.” Kata mamaku.
Tak berapa lama,
aku pulang dan sampai dirumah. Mamaku dan papaku langsung menyambutku dengan
gembira. Mamaku berkata “Alhamdulillah ya Allah, anakku berhasil. Mama bangga
sama hafiz.” Mamaku memelukku. Lalu mamaku menanyakan sesuatu sama aku
“Loh, kenapa kamu nak ? kok pucat sekali ?”. aku menjawab. “Ma, hafiz
butuh istirahat, mungkin karena kecapean”. Kataku sedikit menyembunyikan
tentang apa yang terjadi padaku. Lalu mamaku menyuruhku masuk kamar dan
istirahat. Dan tidak lupa pula mamaku memberi sepucuk surat untukku. Katanya
dari temanku.
Aku masuk kekamar. Aku
langsung mandi dan menghiraukan surat yang diberi mama tadi. Dan setelah mandi,
aku mulai membaca surat tadi. Betapa tergetar hatiku ternyata surat itu dari
Syifa, air mataku mulai keluar berderai. Dalam surat itu, Syifa berkata
“Hafiz, mungkin saat kamu
melihat surat ini, kamu pasti akan terkejut dan merasa kecewa denganku. Aku
sengaja menulis usrat ini khusus buat kamu agar kamu bisa belajar melupakan aku
dan menerima kenyataan ini bahwa aku sudah pergi dari hidupmu. Aku pergi karena
mungkin, sudah cukup disinilah janjiku untuk hidup didunia ini, aku tahu, bahwa
kamu telah membawa piala besar untukku. Aku bangga denganmu hafiz, aku sangat
menyayangi kamu. Aku mohon sama kamu hafiz, jangan pernah laupakan tentang
hubungan persahabatan kita. Walaupun aku sudah tidak bisa menyemangati hidupmu,
tapi yakilah bahwa aku selalu mendoakanmu. Jalanilah hidupmu dengan keceriaan
dan ketakwaan kepada Allah. Karna jika kamu bahagia, aku akan turut bahagia. Karena
aku tahu bahwa selama ini kamu juga mencintaiku. Begitu pula dengan ku. Aku
sangat mencintaimu lebih dari seorang sahabat. Tapi cintaku padamu tidak akan
berjumpa di dunia. Aku harus terlebi dahulu di panggil Allah. Aku senang bisa
menghabiskan waktu bersamamu. Aku selalu mengingatmu, harapanmu akan selalu
kunantikan walaupun aku sudah sangat jauh terpisah darimu. Aku selalu
menyayangimu sahabatku. Jangan pernah kau deraikan air mata. Karena aku tidak
ingin melihatmu sedih. Aku selalu menantimu di pintu Langit ini.”
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar